Allah Ta’ala berrfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا
مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Ath Thabari rahimahullah
berkata,“Allah mengangkat derajat orang beriman yang berilmu di hadapan orang
beriman yang tidak berilmu karena keutamaan ilmu mereka (jika mereka
mengamalkan ilmu tersebut, pent).” (Tafsir Ath-Thabari, QS Al-Mujadilah: 11)
Asy-Syaukani rahimahullah
berkata,“Yaitu derajat yang tinggi dengan kemuliaan di dunia dan pahala di
akherat.” (Tafsir Asy-Syaukani; QS Al-Mujadilah: 11)
Suatu hari Nafi’ bin Abdul Harits
mendatangi Amirul Mukminin (Umar bin Al Khattab) di daerah ‘Usfan (saat itu
Umar tengah mempercayakan kepemimpinan Mekah kepada Nafi’).
Umar bertanya, “Siapa yang engkau jadikan penggantimu -sementara waktu- bagi penduduk Mekah?”
Nafi’ menjawab, “Ibnu Abza.”
Umar bertanya, “Siapa Ibnu Abza?”
Nafi’ menjawab, “Seorang budak.”
Umar bertanya kembali, “Engkau telah memberikan kepercayaan tersebut kepada seorang budak [?]“
Nafi’ mengatakan, “Sesungguhnya budak tersebut adalah seorang hafizh Al-Qur’an dan sangat mengilmui faraidh (yakni hukum-hukum islam)”
Kemudian Umar berkata, “Sungguh Nabi kalian telah berkata: “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat sebagian manusia dengan Al-Qur’an dan merendahkan sebagian yang lain karenanya.” (Shahih Muslim: 817)
Umar bertanya, “Siapa yang engkau jadikan penggantimu -sementara waktu- bagi penduduk Mekah?”
Nafi’ menjawab, “Ibnu Abza.”
Umar bertanya, “Siapa Ibnu Abza?”
Nafi’ menjawab, “Seorang budak.”
Umar bertanya kembali, “Engkau telah memberikan kepercayaan tersebut kepada seorang budak [?]“
Nafi’ mengatakan, “Sesungguhnya budak tersebut adalah seorang hafizh Al-Qur’an dan sangat mengilmui faraidh (yakni hukum-hukum islam)”
Kemudian Umar berkata, “Sungguh Nabi kalian telah berkata: “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat sebagian manusia dengan Al-Qur’an dan merendahkan sebagian yang lain karenanya.” (Shahih Muslim: 817)
Ibrahim Al-Harbi berkata: Seseorang
bernama ‘Atha’ bin Abi Rabah adalah budak berkulit hitam, milik seorang wanita
penduduk Mekah. Hidung ‘Atha’ pesek seperti kacang (sangat kecil). Suatu hari,
Sulaiman bin Abdul Malik sang Amirul Mukminin bersama kedua anaknya mendatangi
‘Atha’ yang sedang shalat. Setelah selesai dari shalatnya ia menyambut mereka.
Masih saja mereka asyik bertanya kepada ‘Atha tentang manasik haji kemudian
Sulaiman berkata kepada kedua anaknya “Wahai anak-anakku, jangan kalian lalai
dari menuntut ilmu. Sungguh aku tidak akan lupa telah berada di hadapan seorang
budak hitam (yang berilmu ini)”
Dalam kisah yang lain Ibrahim
Al-Harbi berkata, “Muhammad bin Abdurrahman Al-Auqash adalah seorang yang
lehernya sangat pendek sampai masuk ke badannya sehingga kedua bahunya menonjol
keluar. Dengan penuh perhatian dan kasih sayang ibunya berpesan, “Wahai anakku,
sungguh kelak setiap kali engkau berada di sebuah majelis engkau akan selalu
ditertawakan dan direndahkan, maka hendaklah engkau menuntut ilmu karena ilmu
akan mengangkat derajatmu.” Ternyata (ia mematuhi pesan ibunya, pent) sehingga
suatu saat dipercaya menjadi Hakim Agung di Mekah selama dua puluh tahun.”
(Lihat Tarikh Baghdad 2: 309, Miftah Daris Sa’adah karya Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah 1: 501-502)
Al-Muzani berkata,“Aku pernah mendengar
Imam Syafi’i berkata: ‘Barangsiapa mempelajari Al-Qur’an maka akan mulia
kehormatannya. Barangsiapa mendalami ilmu fikih maka akan agung kedudukannya,
barangsiapa mempelajari bahasa (arab) maka akan lembut tabiatnya. Barangsiapa
mempelajari ilmu berhitung maka akan tajam nalarnya dan banyak idenya.
Barangsiapa banyak menulis hadits maka akan kuat hujjahnya. Barangsiapa yang
tidak menjaga dirinya, maka tidak akan bermanfaat ilmunya.’ (Diriwayatkan dari
Imam Syafi’i dari beberapa jalan, lihat Miftah Daris Sa’adah 1: 503)
Menuntut Ilmu Adalah
Jalan Menuju Surga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu (syar’i),
maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju surga.” (HR. Muslim no: 2699
dari Abi Hurairah)
Beliau juga bersabda,“Barangsiapa
keluar untuk mencari ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali.”
(HR Tirmidzi no: 2323, Ibnu Majah no: 4112 dan dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no: 186 dari Anas)
Dengan Menuntut Ilmu
Segala Pintu Kebaikan, Maghfirah, dan Pahala Akan Dilimpahkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka ia akan
diberikan kepahaman tentang agama.” (HR Bukhari 1: 150-151, 6: 152, dan Muslim
1037 dari Mu’awiyah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda,“Apabila anak cucu Adam meninggal dunia maka terputus
semua amalannya kecuali dari tiga hal: [1] shadaqah jariyah, [2] ilmu yang
bermanfaat, dan [3] anak shalih yang mendoakannnya.” (HR Muslim 1631 dari Abi
Hurairah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda, “…dan sesungguhnya para Malaikat akan merendahkan
sayap-sayap mereka bagi penuntut ilmu sebagai tanda ridha terhadap apa yang
mereka lakukan. Sungguh seorang yang berilmu akan dimintakan ampun baginya oleh
semua yang ada di langit dan bumi sampai pun ikan di lautan. Keutamaan seorang
yang berilmu atas seorang ahli ibadah bagaikan keistimewaan bulan di hadapan
bintang-bintang. Para ulama adalah pewaris para Nabi. Para Nabi tidak
mewariskan dinar ataupun dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa yang
dapat mengambilnya, sungguh ia telah meraih bagian yang banyak.” (HR Abu Daud
no: 3641-2, At-Tirmidzi no: 2683, Ibnu Majah no: 223, dishahihkan Ibnu Hibban
no: 80)
Ilmu ini adalah anugerah. Oleh
karena itu, mari kita bersama menjaganya dengan baik. Mengikhlaskan hati
mensucikan niat agar Allah menambahnya serta melimpahkan berkah di dalamnya,
وقل رب زدني علما
“Dan katakan, Wahai Rabb tambakanlah
bagiku ilmu.” (QS Thoha: 114)
Jangan sampai kemurniannya terkotori
dengan bisikan ambisi materi atau buaian kemewahan duniawi. Dalam hal
ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan kita dengan
dalam sebuah hadits, “Barangsiapa mencari ilmu yang seharusnya dicari untuk
mengharapkan wajah Allah, namun ternyata ia tidak mempelajarinya melainkan
untuk mendapatkan satu tujuan dunia, maka ia tidak akan mencium wanginya
surga pada hari kiamat.” (HR Abu Daud no: 3664 dengan sanad yang shahih,
Ibnu Majah no: 252, Ibnu Hibban no: 89, dll)
Kiat Menjaga Ilmu
Para ulama salaf menjelaskan bahwa
di antara kiat menjaga kenikmatan mulia ini adalah dengan:
1. Selalu bersemangat
dalam menuntut ilmu dan tidak merasa bosan
Imam Syafi’i rahimahullah
berkata,“Seseorang tidaklah berhasil menuntut ilmu (dengan baik) apabila dia
selalu merasa bosan, seakan tidak membutuhkannya. Akan tetapi, seseorang akan
berhasil menuntut ilmu jika melakukannya dengan perjuangan dan susah payah,
penuh semangat dan hidup prihatin.” (Hilayatul Auliya karya Abu Nu’aim; 9: 119,
Al-Madkhal karya Al-Baihaqi; no: 513, Tadribur Rawi karya As-Suyuthi; 2: 584)
Dalam Diwannya beliau juga
membawakan syair
أخي لن تنال العلم إلا بستـتة # سأنبيك عن
تفصيلها ببيان # ذكاء وحرص واجتهاد وبلغة # وصحبة أستاذ وطول زمان
Wahai saudaraku…, engkau takan
mendapatkan ilmu melainkan dengan (memperhatikan) enam hal… Aku akan
menyebutkannya secara rinci: [1] harus memiliki kecerdasan, [2] memiliki
semangat, [3] bersungguh-sungguh, [4] membutuhkan biaya/materi, [5] mendapat
bimbingan guru (ustadz), dan [6] membutuhkan waktu yang panjang. (Diwan
Asy-Syafi’i)
2. Mengamalkan ilmu
yang telah kita dapatkan
Amr bin Qays berkata,“Jika sampai
kepadamu suatu ilmu, maka amalkanlah meskipun hanya sekali.” (Hilyatul Auliya
karya Abu Nu’aim 5: 102)
Imam Waki’ berkata,“Jika engkau
hendak menghafal satu ilmu (hadits), maka amalkanlah!” (Tadribur Rawi karya
As-Suyuthi 2: 588)
Imam Ahmad berkata,“Tidaklah aku
menulis suatu hadits melainkan aku telah mengamalkannya. Sehingga suatu ketika
aku mendengar hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
hijamah (bekam) dan memberikan upah kepada ahli bekam (Abu Thaybah) satu dinar,
maka aku melakukan hijamah dan memberikan kepada ahli bekam satu dinar pula.”
(Ibnul Jauzi menyebutkannya dalam Manaqib Ahmad, hal: 232)
3. Senantiasa mengingat
dan mengulang-ulang ilmu
Ali bin Abi Thalib
berkata,“Ingat-ingatlah (ilmu) hadits. Sungguh jika kalian tidak melakukannya
maka ilmu akan hilang.” (Al-Muhadditsul Fashil karya Ar-Ramahurmuzi hal: 545)
Ibnu ‘Abbas berkata,“Mengulang-ulang
ilmu di sebagian malam lebih aku cintai daripada menghidupkan malam (dengan
shalat malam) (Sunan Ad-Darimi; 1: 82 dan 149)
Az-Zuhri berkata,“Gangguan ilmu
adalah lupa dan sedikitnya muraja’ah (mengulang-ulang).” (Sunan Ad-Darimi, 1:
150)
Saudaraku… Kita perlu mengingat
kembali sebuah hadits yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Beliau menggambarkan bagaimana Allah akan mencabut ilmu dari kehidupan
dunia ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan merenggutnya
dari para manusia, namun ilmu itu dicabut dengan diwafatkannya para ulama.
Sehingga apabila Allah tidak menyisakan lagi seorang ‘alim, maka manusia akan
menjadikan para pembesar mereka dari kalangan orang-orang bodoh yang ditanya
(tentang agama) lantas orang-orang bodoh itu berfatwa tanpa ilmu, sehingga
mereka sesat dan menyesatkan.” (HR Al-Bukhari: 1: 174-175, Muslim no: 2673,
At-Tirmidzi 2652)
Dalam hadits yang lain, beliau
bersabda, “Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari kiamat adalah diangkatnya
ilmu, kebodohan semakin merajalela, zina nampak di mana-mana, khamr diminum,
kaum pria menjadi sedikit dan kaum wanita menjadi lebih banyak….” (Shahih
dengan beberapa jalannya, Al-Bukhari juga meriwayatkannya dalam Sahih: kitab
“nikah” dari hadits Hafsh bin Umar dan kitab “ilmu”, demikian pula halnya
Muslim dalam Shahih-nya: 4: 256, dan selain mereka)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
berkata,“Sungguh keberadaan agama Islam dan keberlangsungan dunia ini adalah
dengan keberadaan ilmu agama, dengan hilangnya ilmu akan rusaklah dunia dan
agama. Maka kokohnya agama dan dunia hanyalah dengan kekokohan ilmu.”
(Miftah Daris Sa’adah karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah: 1: 500)
Al-Auza’i berkata bahwa Ibnu Syihab
Az-Zuhri menyatakan,“Berpegang teguh dengan sunnah adalah keselamatan.
Sementara ilmu diangkat dengan cepat. Kekokohan ilmu adalah keteguhan bagi
agama dan dunia. Hilangnya ilmu adalah kehancuran bagi itu semua.” (Riwayat
Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhud 817, dan Ibnu ‘Abdil Bar dalam Al-Jami’ 1018)
Saudaraku…
Yakinlah bahwa di antara kunci
kebahagiaan dunia dan akherat adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Itulah yang
akan menumbuhkan khasyyah dan sikap takut kepada Allah, merasa diawasi sehingga
waspada terhadap semua ancaman Allah. Semua itu tidaklah didapatkan kecuali
dengan ilmu syar’i. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya hanyalah para ulama
yang memiliki khasyyah kepada Allah.” (QS. Fathir: 28)
Ath-Thabari berkata,“Sesungguhnya
yang takut kepada Allah, menjaga diri dari adzab dengan menjalankan ketaatan
kepada Allah hanyalah orang-orang yang berilmu. Mereka mengetahui bahwa Allah
Maha Mampu melakukan segala sesuatu, maka mereka menghindar dari kemaksiatan
yang akan menyebabkan murka dan adzab Allah…” (Lihat Tafsir Ath-Thabari QS
Fathir; ayat: 28)
‘Abdullah bin Mas’ud dan Masruq
berkata,“Cukuplah ilmu membuat seseorang takut kepada Allah, dan sebaliknya
kebodohan menyebabkan seseorang lalai dari mengenal Allah.”
Al-Baghawi menyebutkan bahwa
seseorang memanggil dan berkata kepada Sya’bi, “Wahai ‘aalim
berfatwalah.” Sya’bi menjawab, “Sesungguhnya seorang ‘alim adalah yang memiliki
khasyyah (rasa takut) kepada Allah.” (Riwayat Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhud hal:
15, dan Ahmad dalam Az-Zuhud hal: 858 dan Lihat Tafsir Al-Baghawi QS Fathir;
ayat: 28)
Syaikh As-Sa’di berkata dalam tafsir
dari Surat Al-Faaathir ayat 28, “Ayat ini adalah dalil keutamaan ilmu,
karena ilmu akan menumbuhkan sikap khasyyah (takut) kepada Allah. Orang yang
takut kepada Allah adalah orang yang akan mendapatkan kemuliaan Allah
sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Allah ridha kepada mereka dan
mereka ridha kepada Allah. Itu hanya bagi orang-orang yang memiliki khasyyah
kepadaNya.” (Lihat Tafsir As-Sa’di QS Fathir, ayat: 28)
Dengan ilmu kita dapat menumbuhkan
sikap khasyyah kepada Allah dan itulah muraqabah yang akan membimbing
langkah-langkah kita menuju ridha Allah.
Sufyan berkata,“Barangsiapa yang
berharap (kebahagiaan) dunia dan akherat, hendaklah ia menuntut ilmu syar’i.”
An-Nadhr bin Syumail
berkata,“Barangsiapa yang ingin dimuliakan di dunia dan akherat, hendaklah ia
menuntut ilmu syar’i. Cukuplah menjadi kebahagiaan bagi dirinya jika ia
dipercaya dalam perkara agama Allah, serta menjadi perantara antara seorang
hamba dengan Allah.” (Miftah Daris Sa’adah karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah: 1:
503-504)
Mu’adz bin Jabal
berkata,“Pelajarilah ilmu syar’i karena mempelajarinya di jalan Allah adalah
khasyyah, memperdalamnya adalah ibadah, mengulang-ulangnya adalah tasbih
(memuji Allah), membahas (permasalahan-permasalahannya) adalah jihad,
mengajarkannya kepada yang belum mengetahuinya adalah shadaqah, dengan ilmulah
Allah diketahui dan disembah, dengannya Allah diesakan dalam tauhid, dan
dengannya pula diketahui yang halal dan yang haram…” (Hilayatul Auliya karya
Abu Nu’aim 1: 239, Al-Ajmi’ oleh Ibnu ‘Abdil Bar 1: 65)
Seorang penyair berkata:
Ilmu adalah harta dan tabungan yang tak akan habis…
Sebaik-baik teman yang bersahabat adalah ilmu…
Terkadang seseorang mengumpulkan harta kemudian kehilangannya…
Tidak seberapa namun meninggalkan kehinaan dan perseteruan…
Adapun penuntut ilmu, ia selalu membuat iri (ghibthah) banyak orang…
Namun dirinya tidak pernah merasa takut akan kehilangannya…
Wahai para penuntut ilmu, betapa berharga hartamu itu…
yang tak dapat dibandingkan dengan emas ataupun mutiara…..
(Diterjemahkan dari Miftah Daris Sa’adah karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah: 1: 507)
Ilmu adalah harta dan tabungan yang tak akan habis…
Sebaik-baik teman yang bersahabat adalah ilmu…
Terkadang seseorang mengumpulkan harta kemudian kehilangannya…
Tidak seberapa namun meninggalkan kehinaan dan perseteruan…
Adapun penuntut ilmu, ia selalu membuat iri (ghibthah) banyak orang…
Namun dirinya tidak pernah merasa takut akan kehilangannya…
Wahai para penuntut ilmu, betapa berharga hartamu itu…
yang tak dapat dibandingkan dengan emas ataupun mutiara…..
(Diterjemahkan dari Miftah Daris Sa’adah karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah: 1: 507)
Karenanya, Luqman berwasiat kepada
putranya, “Wahai anakku, duduklah bersama para ulama, dekatilah mereka dengan
kedua lututmu. Sesungguhnya Allah akan menghidupkan hati yang mati dengan
pelita “hikmah” sebagaimana Allah menghidupkan bumi yang gersang dengan air
hujan.” (Riwayat Imam Malik dalam Al-Muwaththa’ 2: 1002).
Hikmah yang beliau maksud adalah
yang Allah sebutkan dalam firmanNya (QS Al-Baqarah: 269) yang artinya,“Allah
menganugerahkan “hikmah” kepada yang Allah kehendaki, barangsiapa telah
diberikan hikmah maka ia telah diberikan banyak kebaikan…”
Qutaibah dan Jumhur ulama berkata
“hikmah adalah mengetahui yang haq dengan sebenarnya serta mengamalkannya.
Itulah ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih.” (Miftah Daris Sa’adah karya
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah: 1: 227)
Imam Ahmad berkata,“Manusia lebih
membutuhkan ilmu dibandingkan makan dan minum, karena makanan dan minuman
dibutuhkan manusia satu atau dua kali dalam satu hari. Akan tetapi, ilmu
senantiasa dibutuhkan seorang manusia setiap saat (selama nafasnya
berhembus)”…(Thabaqat Al-Hanabilah; 1: 146)
Saudaraku, Belum
Terlambat dan Tidak Ada Kata Malu
‘Aisyah berkata,“Sebaik-baik wanita
adalah wanita Anshar. Mereka tidak terhalangi oleh rasa malu untuk mempelajari
semua perkara agama ini.”
Mujahid juga berkata,“Seorang pemalu
atau sombong tidaklah dapat menuntut ilmu. Yang satu terhalangi dari menuntut
ilmu oleh rasa malunya. Sementara yang satu lagi terhalangi oleh
kesombongannya.” (Al-Bukhari menyebutkannya secar mu’allaq dalam Shahih-nya 1:
229)
Mari bersama-sama kita membangkitkan
semangat menuntut ilmu syar’i agar dengannya kita mendapatkan pelita nan
bercahaya, menerangi setiap amalan hidup kita, membimbing setiap pola pikir dan
langkah kita, memperbaiki setiap niat hati kita, membuat kita senantiasa takut
karena merasa diawasi oleh Allah. Jika ilmu itu telah sampai maka jangan kita
melupakannya dan mari kita berlomba untuk mengamalkannya.
Ali bin Abi Thalib berkata,“Ilmu
membisikkan pemiliknya untuk diamalkan. Jika ia menjawab panggilan bisikan itu,
maka ilmu akan tetap ada. Namun jika ia tidak menjawab panggilan itu, maka ilmu
akan pergi.” (Iqtidhaul ‘Ilmil amal karya Al-Khathib: hal 41)
Semoga Allah melimpahkan taufiqNya
kepada kita untuk ikhlas dalam menuntut ilmu, beramal dan berdakwah di jalan-Nya.
Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang mendapatkan keselamatan dan
kebahagiaan di dunia serta akherat dengan ilmu, amin…
_____________
Penulis: Ustadz Rizal Yuliar
Putrananda, Lc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar